Pengertian

Perencanaan pada dasarnya adalah kegiatan menyiapkan sesuatu yang akan dilakukan dan menyiapkan apa yang akan diharapkan terjadi dengannya. Perencanaan adalah salah satu dari bagian fungsi manajemen. Perencanaan selalu ada di urutan pertama sebelum fungsi yang lainnya dan merupakan langkah pertama proses manajemen.

Para ahli mendefiniskan perencanaan dengan berbagai ungkapan, diantaranya menurut Prajudi Atmusudirdjo perencanaan adalah perhitungan dan keputusan tentang sesuatu yang akan di-jalankan dalam meneapai tujuan tertentu, oleh siapa pun, dan bagaimana (Makmun, 2005). Definisi lain dari perencanaan dalam arti luas-luasnya tidak lain adalah proses persiapan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu (Bintoro Tjokroamidjojo, 1977).

Menurut Priyanto (2010) mengutip Haidar Nawawi Perencanaan adalah proses memilih dan menetapkan tujuan, stategi, metode, anggaran, dan standar atau ukran keberhasilan sesuatu kegiatan. Berdasarkan hal itu, perencanaan terdiri dari proses kegiatan yang saling terkait untuk mencapai tujuan deangan strategi dan metode yang sesuai.

Fitriani (2019) mengutip dari Herujito menyebutkan bahwa perencanaan mengandung perumusan dari Tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan dari para pakar, ada empat unsur penting dalam perencanaan, yaitu: (a) berhubungan dengan masa depan, (b) bukan bagian kegiatan, (e) proses yang terintegrasi, dan (d) hasil dengan tujuan tertentu.

Fungsi dan tujuan dari perencanaan berdasarkan definisi yang telah disebutkan adalah: (a) sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian, (b) mencegah pemborosan sumber daya, (c) alat untuk pengembangan jaminan kualitas, dan (d) upaya untuk mendukung akuntabilitas keselamatan (Sa’ud & Makmun, 2009).

Pada asalnya kata kurikulum digunakan pada bidang olahraga, berasal dari bahasa Yunani currere maknanya jark tempuh lari dari mulai start hingga finish. Kemudian pengunaan kata tersebut meluas di bidang pendidikan. Dalam bahasa Arab kurikulum adalah Manhaj yakni jalan terang yang harus dialui manusia pada bidang kehidupannya (Muhaimin,2010: 1).

Definisi para ahli untuk makna kurikulum bervariasi, mereka terbagi menjadi tiga kelompok besar dalam memaknai kurkulum. Kelompok pertama yang berlandaskan pada asas perrenialisme dan essensialisme
memandang bahwa kurikulum ditekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah. Hal ini adalah pengertian lama kurikulum seperti diungkapkan oleh Nasution yang dikutip oleh

Muhaimin (2010), isi pelajaran atau mata kuliah pada pengertian lama kurikulum mendpatkan penekanan yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, untuk mendapatkan ijazah atau kenaikan tingkat maka harus menempuh mata pelajaran atau mata kuliah yang disajikan oleh lembaga pendidikan secara keseluruhan.
Sementara kelompok kedua yang beraliran progressivisme dan eksistensialisme lebih menekankan pada proses atau pengalama belajar Penekanan tersebut berdara pada asumsi bahwa peserta didik dilahirkan dengan berbagai macam potensi. Fungsi dari pendidikan adalah utuk mengembangkan potensi yang sudah ada (Muhaimin, 2010).

Dalam hal ini Saylor dan Alexander (1966) menyebutkan bahwa kurikulum adalah seluruh usaha yang dilakukan oleh sekolah atau perguruan tinggi yang bertujuan untuk menghasilkan atau memunculkan hasil-hasil belajar yang diharapkan, baik di dalam atauapun di luar lembaga pendidikan tersebut. Pernyataan ini didukung juga oleh Oliva (1988), yang menyatakan bahwa kurikulum sebagai seluruh program atau pengalaman yang diberikan kepada peserta didik berdasarkan arahan dari sekolah atau perguruan tinggi.

Adapun kelompok ketiga yang landasan filosofisnya rekonstruksi sosial memadukan dua makna yang ada pada dua kelompok sebelumnya, dimana menurutnya kurikulum adalah penekanan baik kepada isi maupun proses dan pengalaman sekaligus (Muhaimin, 2010).

Ahmad Tafsir (2016) menyebutkan makna kelompok kedua yang benar, dimana kurikulum adalah pengalaman belajar. Menurutnya sekolah adalah miniatur masyrakat. Bila sekolah disiplin maka masyarakat demikian. Kurikulum menurutnya adalah inti dari proses pendidikan.

Sementara dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Berdasarkan uraian di atas maka isi kurikulum sangat luas. Untuk mempermudah itu maka rinciannya dikelompokkan menjadi empat hal, yaitu: (a) tujuan (b) isi atau program (c) metode atau proses belajar mengajar (d) evaluasi.

Kata pendidikan menurut KBBI berasal dari kata ‘didik’ dan dengan tambahan imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Dalam etimologi Islam pendidikan sering diartikan dengan kata tarbiyah yang menurut An Nahlawy (2010) berasal dari tiga kata, yaitu:

  1. Rabaa – yarbuu (بوُيرَ – باَرَ (,yang berarti bertambah atau tumbuh, seperti tertera pada
    ayat 39 surat Ar Ruum:
    “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.”
  2. Rabiya-yarba, yang berarti menjadi besar, disebutkan dalam Surat Al Isra
    “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
  3. Rabba-yarubbu, yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun dan memelihara. Dalam surat Al Fatihah ayat 2 disbutkan:
    “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

An Nahlawy (2010) dalam pernyataannya mengutip Ar Raaghib Al Ashfahaani menyatakan bahwa tarbiyah adalah menumbuhkan sesuatu sedikit demi sedikit menuju kesempurnaan.

Dari pengertian di atas Abdurrahman Albaani menyimpulkan bahwa tarbiyah memiliki empat elemen:

  1. Menjaga dan memelihara fitrah anak.
  2. Menumbuh kembangkan potensi yang dimiliki anak.
  3. Mengarahkan ke arah yang baik dan sempurna..
  4. Bertahap dalam menjalankannya

Secara terminologi menurut Undang Undang no 20 tahun 2003 pendidikan bermakna Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Al Abrasyi (tt,119) mengatakan pendidikan adalah upaya untuk menyiapkan individu dalam seluruh aspek pendidikan, yaitu dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan menurut Al Hazimy (2000) pendidikan adalah menumbuhkan manusia sedikit demi sedikit dalam semua aspek, untuk mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat, sesuai dengan metode Islam.

Perencanaan kurikulum pendidikan Islam adalah bagian dari perencanaan pendidikan secara umum. Yusuf Enoch dalam Kasmawati (2019) menyebutkan bahwa perencanaan pendidikan adalah proses untuk mempersiapkan seperangkat alternatif keputusan bagi kegiatan masa yang akan datang untuk mengarah kepada pencapaian tujuan dengan usaha yang optimal.

Sementara Guruge menyebutkan bahwa perencanaan pendidikan merupakan proses persiapan kegiatan yang akan dilakukan di masa depan untuk membangun pendidikan.

Oemar Hamalik (2010) menyebutkan perencanaan kurikulum adalah keputusan yang dibuat tentang tujuan belajar beserta strategi dan metode yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut serta telaah tentang efektivitas dan makna dari metode dan strategi tersebut.

Sistematika berbagai pengalaman belajar tidak akan saling berhubungan dan tidak mengarah tujuan yang diharapkan jika tidak ada perencanaan kurikulum. Rusman menyebutkan bahwa perencanaan kurikulum adalah merencenakan kesempatan belajar dengan tujuan untuk mendorong siswa melakukan perubahan perilaku yang diinginkan kemudian melakukan penilaiansebagai evaluasi pencapaian perubahan siswa. Dalam proses perencanaan ada proses menyusun, menetapkan, dan memanfaatkan sumber daya secara terpadu dan rasional untuk mewujudkan kegiatan yang berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Menurut Zenger W. F dan Zenger S.K menyatakan dalam bukunya “Curriculum Planning: A Ten Step Process”, bahwa perencanaan kurikulum adalah instruksi kerja yang menjadi pedoman standar selama melakukan kegiatan pembelajaran. Perencanaan Kurikulum adalah panduan dalam merencanakan kurikulum dalam sistem sekolah atau buku teks untuk pengembangan kurikulum (Lazwardi, 2017).

Dengan demikian perencanaan kurikulum pendidikan Islam adalah sebuah usaha menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan, utamanya yang berkaitan dengan kurikulum, mencakup komponen intinya, yaitu: tujuan, isi, metode dan evaluasi, kemudian merencakan usaha yang akan mewujudkan apa yang sudah direncanakan dengan optimal.

Komponen Kurikulum

Para pakar pendidikan membagi komponen kurikulum menjadi empat, yaitu tujuan, materi atau isi, metode dan evaluasi. Setiap komponen tersebut saling berkaitan dan tak dapat dipisahkan. Tujuan adalah tindakan membuat suatu jalan kea rah sebuah titik. Dalam tujuan ada nilai nilai yang berdasarkan pandangan tertentu kemudian direalisasikan dengan berbagai macam sarana dan proses yang terarah serta konsisten. Dalalam pendidikanIslam nilai nilai Islami adalah idealitas dan cita cita yang terkandung dalam tujuan, idealitas tersebut dicapai dengan proses yang berdasarkan ajaran Islam. Tujuan
pendidikan Islam adalah nilai nilai Islami yang terwujud setelah proses pendidikan. (Arifin, 2016:54).

Materi adalah komponen inti kurikulum yang diajarkan secara sistematis sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Materi dalam pendidikan harus teruji kebenarannya, aktual dan sesuai perkembangan zaman serta sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Ia juga harus menarik minat peserta didik dan memberikan
kebermanfaatan bagi mereka. Proses pendidikan membutuhkan metode yang tepat dalam menyampaikan materi. Metode mengajar bermakna segala kegiatan yang terarah, yang dikerjakan oleh guru dalam rangka memenuhi kompetensi mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong muridmuridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka (Asy Syaibani, 1988).

Evaluasi digunakan untuk mengukur dan menilai. Evaluasi adalah proses pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan. Berbagai komponen pendidikan perlu dievaluasi sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam menyelenggarakan pendidikan.

Fungsi dan Tujuan Perencanaan Kurikulum Pendidikan

Perencanaan memerlukan pembuatan keputusan, yang baik dan benar, dengan argumen yang jelas, sistematis, dan sesuai dengan kebutuhan subjek yang jadi sasaran perencanaan. Pembuatan keputusaan dalam perencanaan untuk mengendalikan tujuan kegiatan serta gambaran kehidupan masa depan.

Terdapat minimal empat fungsi utama perencanaan pendidikan

  1. Perencanaan sebagai pembuat perubahan keadaan masa kini ke masa yang akan datang. Karena itu seorang perencana harus dapat menggambarkan secara tepat keadaan saat ini dan sasaran yang akan dituju di masa mendatang.
  2. Optimalisasi efisiensi dan efektivitas dalam memecahkan persoalan pendidikan, dan menentukan bentuk- bentuk tindakan pendidikan yang cocok pada masa yang akan datang.
  3. Menentukan teknik administrasi pendidikan yang tepat, termasuk kegiatan pencarian, pemrograman, rekayasa, pembiayaan.

Ciri Ciri dan Prinsip Perencanaan Kurikulum Pendidikan

Perencanaan dalam bidang pendidikan memiliki ciri dan karakteristik yang unik dibandingkan perencanaan yang lain. Ciri ciri proses perencanaan dalam pendidikan adalah sebagai berikut:

  1. Nilai nilai humanis harus diutamakan dalam perencanaan pendidikan, karena
    pendidikan bertujuan untuk mewujudkan manusia yang mampu mengembangkan
    diri dan masyarakatnya.
  2. Dalam perencanaan pendidikan juga memperhatikan potensi peserta didik agar bisa
    dikembangkan semaksimal mungkin.
  3. Kesempatan yang diberikan bagi seluruh peserta didik harus sama.
  4. Komprehensif dan sistematis, tidak parsial dan fokus pada sebagian aspek, tapi
    menyeluruh dan terpadu serta disusun secara logis dan rasional serta mencakup
    berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
  5. Berorientasi pada pembangunan, dan pengembangan untuk mempersiapkan
    mempersiapkan manpower (SDM) yang siap untuk mengambangkan diri dan
    masyarakatnya pada berbagai sektor.
  6. Memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai komponen pendidikan secara
    sistematis agar menghasilkan proses pendidikan yang utuh.
  7. Memperhatijan sumber daya yang ada secermat mungkin mengingat kemungkinan
    langkanya sumber daya yang ada.
  8. Visioner, memandang jauh ke depan. Pendidikan adalah proses jangka panjang dan
    jauh untuk menghadapi masa depan.
  9. Responsif dan tanggap terhadap kebutuhan yang berkembang di masyarakat, tidak
    statis tapi dinamis.
  10. Sebagai sarana untuk pengembangan dan inovasi yang berkelanjutan pada bidang
    pendidikan.

Kajian yang seksama terhadap ciri ciri di atas akan menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat keunikan dan kompleksitas pada perencanaan pendidikan bila dibandingkan perencanaan lainnya dalam pembangunan nasional. Pandangan suatu bangsa terhadap pendidikan dan hakikat pembangunan akan mewarnai ciri ciri sebuah perencanaan dalam pendidikan.
Dalam merencanakan kurikulum pendidikan perlu ada prinsip yang menjadi pegangan baik dalam proses penyusunan rancangan maupun dalam proses implementasinya.

Prinsip- prinsip ini adalah sebagai tercantum di bawah ini :

  1. Interdisipliner, karena pendidikan itu sendiri sesungguhnya interdisipliner dengan
    pendekatan berbagai macam bidang ilmu terutama dalam kaitannya dengan
    pembangunan manusia.
  2. Fleksibel, tidak kaku, tanggap, dan dinamis serta responsif terhadap tuntutan
    masyarakat terhadap pendidikan. Perencana harus membaca kondisi masyarakat
    yang ada di sekitarnya dalam merencanakan pendidikan.
  3. Objektif dan rasional, mengakomodir kepentingan umum bukan untuk kepentingan
    subjektif kelompok masyarakat tertnetu.
  4. Paham terhadap potensi dan sumber daya yang ada pada lembaganya. Dengan segala
    potensi dan aset yang tersedia perencana akan menyusun apa saja yang perlu
    digunakan secara efisien dan optimal.
  5. Terkoodinir dengan baik, segala kekuatan dan modal dasar perlu dihimpun dan
    dikoordinir dengan efektif untuk digunakan secermat mungkin untuk kepentingan
    pembangunan pendidikan.
  6. Berdasarkan data, perencanaan tanpa data tidak memiliki landasan dan pondasi
    yang kuat dalam melangkah.
  7. Mandiri, tidak mengandalkan kekuatan orang lain, karena perencanaan yang
    bersandarkan kepada kekuatan bangsa lain akan tidak stabil dan mudah menjadi
    objek politik bangsa lain.
  8. Komprehensif dan ilmiah, mencakup seluruh aspek esensial pendidikan dan disusun
    secara sistematik dengan menggunakan prinsip dan konsep keilmuan (Sa’ud &
    Makmun, 2009).

Pendekatan Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum

Muhaimin (2010: 139) menyebutkan beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.

a. Pendekatan Subjek Akademis
Pendekatan ini berdasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu bidang masing masing yang berbeda satu sama lainnya. Dengan pendekatan ini mata pelajaran atau mata kuliah yang akan dipelajari peserta didik ditetapkan untuk pengembangan disiplin ilmu. Karakteristik setiap subjek yang berbeda memerlukan strategi yang berbeda. Karakteristik tersebut dipergunakan untuk pengembangan ilmu sesuai dengan minat peserta didik namun dengan tetap memperhatikan kaitannya dengan subjek yang lainnya.
b. Pendekatan Humanistis
Dasar dari ide ini adalah untuk memanusiakan manusia, yaitu pengembangan kurikulum yang dapat menjadikan manusia sesuai hakikatnya. Pengetahuan tentang hakikat manusia harus menjadi landasan yang mendasar dalam merumuskan kurikulum. Dengan pendekatan humanis penekanan lebih ada pada pembelajaran aktif (active learning), dimana peserta didik adalah pusat dari proses pendidikan dan guru sebagai fasilitatot yang mengarahkan dan membimbing jalannya pembelajaran.
c. Pendekatan Teknologis
Dasar dari pendekatan ini adalah analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas tugas tertentu. Pendekatan ini menekankan pada know how atau cara menjalankan tugas. Pendekatan teknologis adalah pendekatan sistematis, dengannya masalah belajar dianalisa, kemudian merncenakan pembelajaran, mengelola, melaksanakan dan menilainya. Pendekatan ini menekankan pada sesuatu yang kasat mata dan terukur, sehingga pada aspek aspek yang tak terlihat sulit untuk diterapkan, seperti pada aspek kesadaran iman.
d. Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Sesuai dengan namanya pendekatan in berdasar pada problem yang dihadapai oleh masyarakat, kemudian aplikasi dari ilmu pengetahuan dan teknologi untuk selanjutnya mencari pemecahan masalah dan bekerja secara kooperatif dan kolaboratif. Pendekatan ini menekankan pada proses dan pengalaman belajar. Manusia diasumsikan sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan interaksi dengan orang lain. Interaksi dengan orang lain pada untuk bekerja bersama memecahkan masalah adalah hal yang lazim pada pendekatan ini.

Tahapan Perencanaan Kurikulum Pendidikan

Perencanaan sebagai proyeksi tindakan kedepan untuk mencapai tujuan yang benar dan bermakna, meliputi berbagai kegiatan yakni mendokumentasi kebutuhan; menyeleksi príoritas kegiatan mengidentifikasi dan rinci tiap kebutuhan; membuat ciriciri; mengidentifikasi syarat-syarat pencapaian kebutuhan, termasuk membuat spesifikasi pemecahan masalah yang mungkin timbul; mengidentifikasi tahapan-tahapan hasil pengawasannya; dan mengidentifikasi strategi untuk memenuhi kebutuhan, dengan bentuk kegiatan sebagai berikut:

  1. Deskripsi secara presisi berdasarkan realitas kehidupan masyarakat dari berbagai aspek kehidupannya seperti keagamaan masyarakat, sosial budaya, sosial ekonomi, dan sosial politik.
  2. Menguraikan bidang masalah perencanaan melalui analisis tujuan pendidikan. Termasuk pada kegiatan ini mempelajari bidang dan bagian-bagianya, mengumpulkan, tabulasi dan meramal data, yang mengarah kepada penyeleksian jenis dan bentuk prioritas kegiatan. Uraian masalah pendidikan yang terkait dengan tujuan pendidikan, meliputi hal-hal sebagai berikut. (a) subsistem komponen aktivitas pendidikan, (b) subsistem komunikasi pendidikan seperti (6), gerakan, informasi dan energi, (c) subsistem fasilitas, dan (d) subsistem operasional.
  3. Mengkonsep dan merekayasa perencanaan. termasuk ke dalam kegiatan ini adalah mengidentifikasi berbagai kecenderungan arah masa depan dengan membuat ciriciri rinci dari tiap kebutuhan.
  4. Merencanakan penilaian melalui perencanaan simulasi, merencanakan evaluasi, serta menyeleksi perencanaan.
  5. Mengidentifikasi tahapan-tahapan hasil kegiatan serta menentukan cara pengawasannya.
  6. Mengidentifikasi strategi alternatif yang mungkin serta menyempumakan tiap persyaratan untuk memenuhi tiap kebutuhan.

Zengers menyebutkan bahwa prinsip utama dalam melakukan perencanaan adalah ketelitian yang diaplikasikan pada setiap langkahnya, termasuk di dalamnya ketrlibatan masyarakat dan ilustrasi langkah langkah yang akan diterapkan. Ketelitian itu akan sangat mempengaruhi produk kurikulum yang akan dihasilkan (Saufi & Hambali, 2019).

Selain itu ada pula aspek aspek yang harus diperhatikan dalam perencanaan kurikulum. Menurut Arif (2017), aspek yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

  1. Konsep yang jelas, yang menjelaskan berbagai macam kebutuhan dan krakteristik manusia, baik pada masa kini atau masa yang akan datang.
  2. Kerangka kerja yang komprehensif, memperhatikan segala komponen komponen yang ada serta mengkordinasikannya secara efektif dalam proses pendidikan dan pengajaran.
  3. Reaktif dan antisipatif terhadap kebutuhan peserta didik serta membantunya mengembangkan segala macam potensi yang dimilikinya.
  4. Mengakomodir kebutuhan dan minat individu dan masyarakat.

Analisis dalam perspektif Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang diselenggarakan dan didirikan untuk merealisasikan ajaran dan nilai nilai Islam dalam kegiatan pendidikannya (Muhaimin, 2010).
Makna kurikulum yang lebih tepat dalam pendidikan Islam sebagimana dikatakan oleh Ahmad Tafsir (2010) adalah pengalaman belajar, berdasar hal itu kurikulum adalah inti dari pendidikan itu sendiri. Segala pengalaman belajar yang ada dalam sekolah adalah bagian dari kurikulum.
Perencanaan kurikulum harus mencakup empat komponen inti kurikulum, yaitu: tujuan, isi, metode dan evaluasi. Perencanaan kurikulum menurut Muhaimin (2010) dikembangkan dari ide kemudian dituangkan dalam program. Ide kurikulum berasal dari:

  1. Visi yang telah ditetapkan.
  2. Kebutuhah stakeholder (siswa, masyarakat, pengguna lulusan) dalam bidang pendidikan, dan kebutuhan untuk kelanjutan studi.
  3. Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan iptek dan zaman.
  4. Pandangan para ahli dari berbagai bidang disiplin ilmu.
  5. Perkembangan zaman dan kecendrungan era globalisasi, yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi.

Roqib (2009: 29) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian seorang muslim, dimana seluruh esensi kodrati manusia, yaitu sebagai makhluk individual, makhluk sosial, makhluk bermoral, dan makhluk ber-Tuhan. Disebutkan dalam surat Adz Dzaariyaat ayat 56:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Pendidikan Islam bertujuan untuk memanusiakan manusia, yaitu mewujudkan manusia yang sempurna sesuai hakikatnya sebagaimana diciptakan oleh Tuhan. Nilai nilai humanis yang terwujud pada diri peserta didik menandakan bahwa pendidikan telah mencapai tujuannya. Peserta didik yang tidak pernah berhenti belajar akan memiliki pikiran yang cerdas dan kreatif, hati yang bersih, tingkat spiritual yang tinggi,
dan kekuatan serta kesehatan fisik yang prima. Semua keunggulan yang telah dimilikinya dijadikan sebagai sarana untuk menghamba kepada Tuhan dan untuk memberikan kemaslahatan individual dan sosial yang optimal. Manusia yang terdidik akan berusaha memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya untuk menjadi makhluk yang bermanfaat bagi individu, masyarakatnya, ataupun alam sekitar secara umum.

Nilai nilai ketuhanan itu yang membedakan tujuan pendidikan Islam dengan tujuan pendidikan non Islam yang bersifat pragmatis keduniaan yang pada akhirnya menteknologikan proses kependidikan menuju manusia teknologis yang ilmiah namun gersang dari nilai nilai agama dan kemanusiaan (Arifin, 2016:58).

Mengutip dari Sachiko Murata dan William Chittik, guru besar State University of New York, Amerika Serikat, Muhaimin (2010) menyatakan bahwa obat dari berbagai macam problem yang menimpa masyarakat dari mulai kelaparan hingga kekerasan adalah to return to God through Religion, yaitu kembali kepada ajaran Tuhan melalui agama. Kebenaran aturan Allah pantas bahkan wajib dijadikan sebagai rujukan karena kebenarannya absolut. Para stakeholder dan penanggung jawab pendidikan bertugas untuk mengaplikasikan aturan tersebut pada ranah kurikulum, dengan harapan kurikulum tersebut menjadi sarana pembinaan peserta didik pada segala aspeknya.

Dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum guru dan kepala lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat penting, keduanya harus berkomunikasi dengan baik untuk mewujudkan perencanaan kurikulum yang sempurna. Oleh karena itu dibutuhkan kompetensi dari keduanya untuk melancarkan proses perencanaan kurikulum, karena pada akhirnya guru dan pimpinan lembaga akan bekerja bersama
untuk menerjemahkan dan mengaplikasikan kurikulum yang telah direncanakan. Tanpa kompetensi yang baik maka kurikulum juga tidak akan terlaksana dengan baik (Alfarisi, 2020).

Pendidikan Islam mengandung misi mulia Islam dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang diutus sebagai rahmat bagi sluruh alam. Misi tersebut membawa implikasi dalam proses pendidikan Islam sebagai pembawa misi Islam sehingga pendidikan Islam bergaya imperatif, motivatif, dan persuasif. Sementara sistem dan metode dalam melaksanakan misi yang digunakan adalah sistem dan metode tanpa paksaan, melainkan secara wajar, yaitu proses kependidikan yang bertumpu pada kemampuan rohaniah dan jasmaniah masing masing individu manusia secara bertahap dan berkesinambungan (Arifin, 2016:32).

Berdasarkan tujuan tersebut maka beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam menyusun kurikulum, pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Pengembangan pendekatan keagamaan pada semua mata pelajaran dan kegiatan. Semua mata pelajaran dan kegiatan harus berdasarkan sumber sumber Al Qur’an dan Hadits atau tidak berlawanan pada keduanya pada perkara perkara kontemporer yang berkaitan dengan perkembangan zaman.
  2. Kurikulum disusun sesuai dengan taraf pekembangan kemampuan belajar.
  3. Kurikulum berdasarkan prinsip kesinambungan, berurutan, dan terintegrasi (Tafsir, 2016).

Prinsip Kurikulum pendidikan Islam menurut Asy-Syaibani (1988) adalah sebagai berikut:

  1. Ajaran dan nilai-nilai yang bersumber pada Islam;
  2. Menyeluruh pada tujuan dan kandungan kurikulum;
  3. Adanya kesinambungan antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum;
  4. Keterkaitan antara bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik serta alam sekitar baik fisik maupun sosial budaya;
  5. Menghargai perbedaan individual baik dari segi minat maupun bakatnya;
  6. Fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat;
  7. Keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman dan aktivitas yang
    terkandung dalam kurikulum

Kurikulum pendidikan Islam yang dikembangkan berdasarkan perencanaan yang matang diharapkan dapat mengembangkan seluruh potensi dan kecerdasan yang ada pada peserta didik. Perencanaan kurikulum pendudukan Islam perlu dilakukan secara terpadu, nilai nilai Islam harus dijadikan sebagai acuan dan dasar bagi sebuah kurikulum. Tidak boleh ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama, nilai nilai Islam dikembangkan secara implisit pada subjek subjek ilmu alam ataupun ilmu sosial.
Selain berfungsi sebagai sarana melestarikan nilai nilai Islam, Pendidikan Islam juga berfungsi mendorong peserta didik untuk mengembangkan kreativitas dan kecerdasan serta segala potensi yang dimilikinya. Nilai nilai sosial juga harus dikembangkan dalam proses pendidikan Islam setelah nilai nilai religius yang
mendasarinya dikembangkan.


Artikel ini dikutip dari tulisan :Muhammad Cholid Abdurrohman
Dari Artikel Rayah Al Islam

By Syamsul Rizal

Dosen Tetap IAI Diniyyah Pekanbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *