Para pembaca yang kami hormati, sebaik-baik mau’izhah bagi kita setelah al-Qur’an dan Sunnah adalah nasehat para ulama Rabbaniyyin, yang dalam imannya, luas ilmunya, kuat nalarnya, tulus niatnya, dan kaya pengalamannya. Untuk itu kali ini kami turunkan nasehat yang mulia Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, dan akan kami turunkan nasehat ulama-ulama lain di edisi mendatang. Selamat merenungkan.
Segala puji bagi Alloh, Rabb semesta alam, shalawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, kepada seluruh keluarga, para sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
Amma Ba’du
Sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kita untuk berbuat adil dan berbuat baik, serta melarang dari perbuatan zhalim, lalim dan bermusuhan. Alloh telah mengutus NabiNya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam dengan apa yang Alloh telah mengutus seluruh para Nabi, berupa dakwah kepada tauhid, serta mengikhlaskan (memurnikan) peribadatan hanya kepada Alloh semata. Dia juga memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan melarang dari kebalikannya, berupa beribadah kepada selain Alloh, berpecah belah, dan melanggar hak-hak para hamba.
Telah tersiar pada masa ini, bahwa banyak diantara orang yang mneisbatkan dirinya kepada ilmu, dan dakwah kepada kebaikan telah terjerumus ke dalam dosa mencederai kehormatan saudara-saudara mereka, para da’i yang telah terkenal. Mereka berbicara tentang kehormatan para pencari ilmu, para da’i dan orang-orang yang menyampaikan ilmu. Mereka melakukannya secara rahasia di majelis-majelis, dan bahkan mereka merekamnya dalam kaset kemudian disebarkan di tengah-tengah manusia, dan kadang mereka melakukannya secara terang-terangan dalam kajian-kajian umu di masjid-masjid. cara ini telah menyelisihi perintah Alloh dan Rasul-Nya dari banyak sisi, diantaranya:
Pertama, bahwa dia telah melanggar hak manusia dari kaum muslimin, bahkan hak orang-orang khusus dari manusia, yaitu para penuntut ilmu dan para da’i yang telah mencurahkan segenap kemampuan mereka untuk menasehati manusia, memberikan arahan kepada manusia, meluruskan aqidah dan manhaj mereka, serta bersungguhsungguh dalam mengatur berbagai pelajaran, kajian-kajian, dan penulisan buku-buku yang bermanfaat.
Kedua, bahwa dia telah memecah belah persatuan kaum muslimin,serta telah mencabik-cabik barisan mereka, padahal mereka lebih membutuhkan persatuan, jauh dari perpecahan dan banyak giila wa gala (katanya-katanya, isu) di anatar mereka. Terutama bahwa para da’i yang dicaci tersebut adalah dari ahlussunnah wal jama’ah yang telah dikenal dalam memerangi bid’ah, khurafat, serta berdiri dihadapan penyeru bid’ah dan khurafat, dan membongkar langkah-langkah dan aib mereka. Kami tidak melihat satu mashlahatpun dalam perbuatan ini kecuali mashlahat untuk musuh-musuh dakwah, dari orang-orang kafir, munafik atau ahli bid’ah dan kesesatan yang senantiasa menunggununggu kesempatan.
Ketiga, bahwasanya pada perbuatan ini terdapat kemenangan dam bantuan bagi orang-orang liberal, orang-orang barat, serta orang-orang kafir yang terkenal fitnah mereka terhadap para da’i, kedustaan mereka atas para da’i tersebut, serta kerusakan yang mereka perbuat dalam rangka melawan para da’i dengan apa yang telah mereka tulis dan rekam. Maka bukan termasuk hak persaudaraan dalam Islam, membantu musuh-musuh mereka atas saudara-saudara mereka, dari kalangan penuntut ilmu, para da’i dan selain mereka.
Keempat, sesungguhnya dalam perbuatan tersebut terdapat kerusakan bagi hati orang-orang awam dan orang-orang khusus, penyebaran dan percepatan kedustaan dan penyiaran kebathilan, penyebab banyaknya ghibah, namimah, pembuka pintu-pintu keburukan atas lawan-lawannya -karena lemahnya jiwa- yang dengan tekun menyiarnyiarkan syubhat, mengobarkan fitnah dan berambisi untuk menyakiti kaum mukminin dengan apa yang tidak mereka perbuat.
Kelima, bahwasanya banyak di antara ucapan yang telah diucapkan ternyata tidak ada hakikatnya, namun hanyalah sebagian dari wahm (kebimbangan, keragu-raguan, perasaan was-was) yang telah dihias-hiasi oleh syaitan bagi para pelakunya, yang syaitan telah menipu mereka dengannya. Alloh Ta’ala telah berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa, dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.” (QS. Al Hujurat:12)
Seorang mukmin hendaknya membawa ucapan saudaranya muslim pada sebaikbaik muatan. Sebagian salaf berkata: “Janganlah engkau menyangka buruk sebuah kalimat yang keluar dari saudaramu, engkau harus bersungguh-sungguh bahwa kalimat tersebut memiliki muatan kebaikan.”
Keenam, ijtihad yang ditemukan dari sebagian ulama dan penuntut ilmu, dalam perkara yang di dalamnya memang menerima ijtihad, maka sesungguhnya pelakunya tidak akan dihukum dengannya, dan tidak akan dicela jika memang dia adalah ahli dalam berijtihad. Maka jika yang lain menyelisihinya dalam hal itu, maka yang lebih pantas dilakukan adalah mendebatnya dengan yang lebih baik, dengan penuh ambisi untuk sampai kepada kebenaran dari jalan yang terdekat. Juga sebagai bentuk menolak was-was dan hasutan syaitan di tengah-tengah kaum mukminin. Jika yang demikian ini tidak mudah dilakukan, dan salah satu diantara mereka berpendapat bahwa harus dijelaskan penyimpangannya, maka penjelasan itu haruslah dengan penyampaian yang baik, dan dengan isyarat yang paling lembut, tanpa penyerangan dengan keras, melukai perasaan atau melampaui batas dalam ucapan yang kadang akan menjadikannya menolak kebenaran atau berpaling darinya. Tanpa merintangi seseorang atau mencurigai niat, atau menambah ucapan yang tidak dibutuhkan. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengucapkan perkara semisal ini tanpa memperdulikan kaum yang berkata demikian dan demikian.
Maka yang aku nasehatkan kepada ikhwah yang terjerumus ke dalam kehormatan para da’i dan mencaci mereka untuk segera bertaubat kepada Alloh dari apa yang telah mereka tulis dengan tangan-tangan mereka, atau dari apa yang telah mereka ucapkan dengan lisan-lisan mereka yang menjadi sebab perusakan hati sebagian pemuda dan memuatinya dengan dendam dan kedengkian, serta yang membuat mereka tersibukkan dari mencari ilmu yang bermanfaat, dan dari dakwah kepada Alloh kepada isu dan ucapan tentang fulan dan fulan serta mencari-cari aib sebagai kesalahan orang lain, memburu dan bersusah payah dengannya.
Sebagaimana pula aku nasehatkan agar mereka menghapus apa yang telah mereka lakukan dengan tulisan atau yang lainnya dari perkara yang didalamnya mereka berlepas diri dari perbuatan semacam ini, serta menghilangkan apa yang tergantung di benak orang yang pernah mendengarkan ucapan mereka, serta menuju kepada amal perbuatan yang berbuah kepada pendekatan diri kepada Alloh dan bermanfaat bagi para hamba. Dan hendaknya mereka waspada dari sikap ketergesaan dalam mengkafirkan, menfasikkan, atau membid’ahkan secara umum kepada selain mereka tanpa penjelasan dan bukti. Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam telah bersabda:
“Barangsiapa mengatakan kepada saudaranya wahai kafir, maka ucapan itu akan kembali kepada salah satu di antara keduanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Yang disyariatkan bagi da’i penyeru kepada al-haq dan bagi para penuntut ilmu, jika sebuah perkara dari ahli ilmu atau selain mereka menjadi tidak jelas bagi mereka untuk mengembalikannya kepada para ulama yang telah terakreditasi, dan bertanya kepada mereka tentangnya, agar mereka menjelaskan kepada mereka kejelasan perkara tersebut, memberhentikan mereka di atas hakikatnya, serta menghilangkan keragu-raguan, dan syubhat yang ada dalam diri mereka. Sebagai bentuk pengamalan firman Alloh yang artinya:
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya, dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Alloh kepadamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (diantaramu).” (QS. An Nisa’:83)
Alloh adalah tempat bertanya, agar memperbaiki keadaan kaum muslimin secara keseluruhan, mengumpulkan hati-hati dan amal mereka di atas ketaqwaan, memberikan taufiq kepada segenap ulama kaum muslimin, dan kepada segenap da’i kepada al-haq kepada segenap perkara yang Dia ridhoi dan bermanfaat bagi para hamba-Nya, mengumpulkan kalimat mereka di atas hidayah, melindungi mereka dari sebab-sebab perpecahan dan perselisihan, menolong kebenaran dengan mereka, serta merendahkan kebathilan dengan mereka. Sesungguhnya Dia adalah Pemilik dan Penguasa itu semua. Mudah-mudahan shalawat dan salam tercurah kepada nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, kepada keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengambil hidayah dengan hidayahnya hingga hari kiamat.
‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah Ketua Umum Kantor Urusan Penelitian Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Penyuluhan. Penjelasan ini telah dikeluarkan pada 17 Jumada ats Tsaniyah 1414H
Sumber: Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah , syaikh Abdil Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah (7/311)
Di kutip dari majalah Qiblati edisi 05 tahun III, 02-2008 M / 01-1429H