Definisi Taqdir Secara Bahasa
Dalam kamus bahasa arab karya Mahmud Yunus kata takdir berasal dari kata qadara yang artinya ketentuan, sesungguhnya Allah ﷻ telah menentukan suatu perkara atas kehendaknya. Sedangkan kata qaddara dengan tambahan tasydid diartikan dengan Allah ﷻ telah menjadikan seseorang itu berkuasa melakukan sesuatu dengan kadarnya atau kemampuannya. Taqdīr dengan tambahan huruf ta dan ya mempunyai arti Allah ﷻ telah menakdirkan sesuatu atau Allah ﷻ telah menentukan sesuatu.1
Sedangkan kata takdir dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah ketentuan atau ketetapan Allah ﷻ yang sudah ditetapkan sejak zaman azali. Akan tetapi manusia diwajibkan untuk tetap berikhtiar dan bertawakkal, selebihnya tetap diserahkan kepada dzat yang menentukan takdir yakni Allah ﷻ.2
Definisi Taqdir Secara Istilah
Takdir adalah segala yang terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi, telah ditentukan oleh Allah ﷻ, baik sesuatu yang baik maupun sesuatu yang buruk. Segala sesuatu yang terjadi atas rencananya yang pasti dan tentu, yang mana terjadinya atas kehendak –Nya. Namun, manusia diberi hak untuk berusaha sekuat tenaga, Allah ﷻ lah yang menentukan.3
Takdir merupakan sebuah ketetapan Allah ﷻ yang meliputi segala kejadian yang terjadi di alam ini baik itu mengenai kadar dan ukurannya, tempat maupun waktunya. Hal ini menunujukkan Takdir sebagai tanda dari kekuasaan Allah ﷻ yang harus kita yakini.4
Kaitan Takdir dengan Sunnatullah dan Hidayah
Takdir merupakan ketentuan Allah ﷻ yang mutlak, menurut Jan Ahmad Wassil dalam bukunya “memahami isi kandungan al-Qur’an” makna takdir selalu dikaitkan dengan istilah sunnatullah dan hidayah. Di bawah ini akan menjelaskan mengenai sunnatullah dan hidayah.
1. Sunnatullah
Di dalam al-Qur’an takdir selalu dikaitkan dengan sunnatullah, ungkapan sunnatullah sudah tidak asing lagi dan sudah lazim dipergunakan untuk hukum-hukum Allah ﷻ. Sunnatullah itu mencakup hukum-hukum alam syahadat mengenai bendabenda mati, seperti kejadian alam semesta dan sunnatullah yang mencakup kejadiankejadian yang berkenaan dengan alam ghaib, seperti kejadian yang berkaitan dengan roh.5
Sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk menuntut ilmu. Ketika kita memperoleh ilmu pengetahuan hendaknya kita selalu selaraskan dengan keterangan dalam ayat al-Qur’an. Dengan begitu, ilmu yang kita dapat akan menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah ﷻ. Ada beberapa hal yang harus dipegang dalam menelaah ilmu pengetahuan berdasarkan al-Qur’an adalah:
- Sunnatullah akan tetap berlaku dalam setiap kejadian yang terjadi di alam ini.
Seperti yang diterangkan dalam Q.S. Al-Fath (48): 23:
Artinya: “sebagai suatu sunnatullah6 yang telah Berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan peubahan bagi sunnatullah itu.”
Semua kejadian alam di dunia ini terjadi menurut sunnatullah, kecuali Allah ﷻ berkehendak lain, dan sumber dari segala ilmu adalah al-Qur’an. Jadi, segala sesuatu yang kita temukan harus diselaraskan dengan al-Qur’an. - Allah ﷻ memerintahkan manusia untuk menelaah dan mempelajari ilmu pengetahuan untuk menambah keimanan. Karena, orang yang tidak beriman akan berusaha mengingkari kebenaran al-Qur’an walaupun mereka mengetahui kebenarannya.
- Penciptaan langit dan bumi ini memiliki hikmah. Seperti yang diterangkan dalam Q.S. Shad (38): 27
Artinya : dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu.
Hikmah yang diberikan dengan penciptaan langit dan bumi adalah salah satunya untuk pelajaran bagi manusia, agar manusia berpikir tentang kehidupannya dan mempunyai tujuan hidup yang lebih terarah.7
Sunnatullah juga berkaitan dengan keadilan, keadilan ini dalam al-Qur’an berkaitan dengan hukum Allah ﷻ bagi alam raya ciptaan-Nya. Dengan kata lain seluruh alam raya ini terwujud dengan adanya hukum keseimbangan, maka kita tidak boleh melanggar hukum itu. Bahkan dalam masalah timbangan pun kita harus berlaku jujur, karena dengan tidak berlaku jujur itu berarti melanggar hukum alam. Menurut Zamakhsyari sebagaimana dikutip oleh Nurcholish Madjid Allah ﷻ memerintahkan manusia agar selalu jujur dalam melakukan timbangan ialah bahwa kita selalu memperhatikan rasa keadilan dan kejujuran. Jika tidak, berarti kita melanggar dan merugikan hukum seluruh alam. Ini menunujukan reaksi keberatan dari seluruh alam tentang sikap tidak adil dan tidak jujur.8
2. Hidayah
Hidayah adalah sebuah petunjuk dari Allah ﷻ kepada orang yang Allah ﷻ kehendaki, hidayah ini tidak bisa kita cerna dengan akal kita karena hidayah itu sama saja dengan roh manusia yang bersifat ghaib dan kemampuan kita sangatlah terbatas akan hal itu. Sebenarnya kita bisa mengetahui hidayah itu dengan mempelajari ilmu tentang jiwa, psikologi, yakni ilmu mempelajari perilaku manusia. Akan tetapi ilmu ini amat minim untuk mengungkapkan peristiwa seseorang mendapat hidayah. Karena hidayah itu berbeda dengan takdir, kalau takdir untuk alam syahadat dan hidayah untuk alam ghaib.9
Firman Allah ﷻ Q.S. Al-Lail: 12-13
Artinya: Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk, dan Sesungguhnya kepunyaan kamilah akhirat dan dunia.
Penentuan hidayah berdasarkan keadaan akhir yang akan dituju, setelah itu baru memperhatikan keadaan awal. Karena sesungguhnya hidayah itu disampaikan oleh malaikat kepada orang yang dikehendaki Allah ﷻ melalui hati nurani. Karena hati nurani tempat yang bisa menerima ajakan malaikat dan menolak bisikan syetan, yang berfungsi membantu orang tersebut mencari jalan kebenaran.10
Takdir Perspektif Teologis
Takdir berkaitan erat dengan perbuatan manusia, karena perbuatan manusia merupakan gambaran dari perbuatan Tuhan. Dari sini timbullah banyak perbedaan tentang perbuatan manusia. Yang pertama oleh kelompok Jabariyah yang menganut aliran teosentris, fatalisme atau predestination. Yang mana berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai wewenang, kekuasaan atau pilihan karena segala perbuatannya itu atas dasar keterpaksaan. Manusia itu tidak lain ibarat robot yang tidak mempunyai gerak sendiri.11
Pendapat yang kedua oleh kelompok qadariyah atau mu’tazilah yang menganut aliran antroposentris atau free will yang mengatakan bahwa perbuatan manusia itu terjadi karena maksud dan motivasi manusia itu sendiri. Kalau suatu perbuatan tidak terjadi, itu karena manusia tidak menghendaki terjadi atau keengganan manusia melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain, perbuatan manusia bukan perbuatan Tuhan.12
Dan kelompok yang ketiga, yaitu kelompok asy’ariyah yang mana kelompok ini dikatakan kelompok yang menengahi kedua kelompok tersebut. Adapun asy’ariyah berpendapat, manusia tidak kuasa untuk menciptakan sesuatu akan tetapi manusia mempunyai kuasa untuk melakukan suatu perbuatan. Karena hanya Allah lah yang maha pencipta.
Takdir Perspektif Sains
Sains merupakan ilmu tentang tatanan alam semesta, secara bahasa sains adalah tersusun dan teratur. Sains juga termasuk kesatuan dari pengetahuan spiritual tentang alam, seperti pengetahuan orang Islam mengenai terciptanya alam sebagai wujud adanya Allah ﷻ, pengetahuan tentang pencipta dan yang diciptakan, hubungan antara Allah ﷻ dengan dunia, ini merupakan kesatuan dari sains dan pengetahuan spiritual. Pengetahuan spiritual adalah pengetahuan tentang dunia ruh, dalam Islam pengetahuan ini mengenai pengetahuan tentang Tuhan dan keesan-Nya. Menurut Ibnu Sinasebagaimana dikutip oleh Osman Bakar sains bisa dikatakan sains sejati apabila ia menghubungkan pengetahuan alam semesta dengan pengetahuan tentang yang menciptakan alam yakni Allah ﷻ.13
Dengan mempelajari ilmu tentang alam, manusia memiliki keterbatasan untuk menelisik misteri ciptaan Allah ﷻ, karena manusia memiliki indera yang terdiri dari mata, telinga, peraba, pengecap dan hidung yang sangat terbatas kemampuannya. Indera dibatasi oleh ruang, waktu dan jarak. Akal pikiran yang bersumber pada otak tidak akan mampu menguak misteri kehidupan yang dihadapinya, karena manusia hanyalah ciptaan Allah ﷻ yang diberi akal untuk berpikir akan kekuasaan Allah agar lebih menguatkan keimanan kita kepada Allah ﷻ. 14
Allah ﷻ menciptakan manusia pertama kali dijadikan seorang diri, kemudian Allah ﷻ menjadikan seorang istri untuk menemani yang mana keduanya diciptakan dari bahan yang sama yakni tanah. Dari kedua manusia inilah Allah ﷻ menciptakan keturunannya sampai banyak.15
Allah ﷻ menciptakan jasad terlebih dahulu lalu barulah Allah ﷻ meniupkan roh ke dalam jasad tersebut. Kemudian Allah ﷻ menyempurnakan kejadiannya dengan adanya pendengaran,penglihatan dan hati. Firman Allah ﷻ dalam surat As-Sajadah (32): 9:
Artinya: kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
Lalu Allah ﷻ menciptakan manusia dari keturunan manusia pertama yakni dari air mani. Air mani bercampur dengan sel telur, kemudian disimpan di tempat yang aman. Lalu air mani itu dijadikan segumpal darah, dan darah itu dijadikan segumpal daging, terus daging dijadikan tulang dan tulang itu dibalut dengan daging, lalu ditiupakannya roh.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Muslim:
”Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dan Waki’; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin Numair Al Mahdani dan lafazh ini miliknya; Telah menceritakan kepada kami Bapakku dan Abu Mu’awiyah dan Waki’ mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Zaid bin Wahb dari ‘Abdullah dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu -Ash Shadiq Al Mashduq-(seorang yang jujur menyampaikan dan berita yang disampaikannya adalah benar): ‘Sesungguhnyaseorang manusia mulai diciptakan dalam perut ibunya setelah diproses selama empat puluh hari. Kemudian menjadi segumpal daging pada empat puluh hari berikutnya. Lalu menjadi segumpal daging pada empat puluh hari berikutnya. Setelah empat puluh hari berikutnya, Allah pun mengutus seorang malaikat untuk menghembuskan ruh ke dalam dirinya dan diperintahkan untuk menulis empat hal; rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara atau bahagianya.”16
Hadis di atas menjelaskan janin diproses selama 120 hari atau 4 bulan dalam rahim ibu, kemudian ditiupkan roh kepadanya oleh malaikat atas perintah Allah ﷻ. Setelah roh ditiupkan, maka ditulislah untunya 4 hal, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya.17
- Ahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), hlm. 332 ↩︎
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1996), hlm. 992. ↩︎ - Munir, Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm. 38. ↩︎
- Rian Hidayat El-Bantany, Kamus Pengetahuan Islam Lengkap (Depok: Mutiara Allamah
Utama, 2014), hlm. 540 ↩︎ - Jan Ahmad Wassil, Memahami Isi Kandungan Al-Qur’an, op,cit., hlm. 192. ↩︎
- Sunnatullah Yaitu hukum Allah yang telah ditetapkannya. ↩︎
- Ridwan Abdullah Sani, Sains Berbasis Al-Qur’an, op.cit, hlm. 20. ↩︎
- Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 41. ↩︎
- Jan Ahmad Wassil, Memahami Isi Kandungan Al-Qur’an, op,cit., hlm. 198. ↩︎
- Ibid, hlm. 196. ↩︎
- M.Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam (Jakarta: Amzah, 2011),
hlm. 235. ↩︎ - M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam (Jakarta: Amzah, 2011),
hlm. 244. ↩︎ - Osman Bakar, Tauhid Dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 75. ↩︎
- Zaky Mubarak…(et al), Akidah Islam (Jogjakarta: UII Press, 1998), hlm. 14. ↩︎
- Ibid, hlm. 6. ↩︎
- Imam Abi Al-Husein Muslim bin Al-Hajaj bin Muslim Al-Qusyairi Al-Naisaburi, Al-Jami’
Ash-Shahih, (Libanon: Dar Al-Fikr, Tanpa Tahun), hlm. 44. ↩︎ - Zaky Mubarak…(et al), Akidah Islam, op.cit, hlm. 10. ↩︎