Perencanaan Pendidikan

Perencanaan Pendidikan adalah suatu proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternative
keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepadanpencapaian tujuan dengan usaha yang
optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara Yusuf Enoch (dalam Saihu, 2020).

Perencanaan pendidikan dalam menghadapi tantangan global ini berarti pemilihan atau penentuan program/strategi/langkah yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang ditetapkan menghadapi tantangan di masa depan. Perencanaan pendidikan yang dilakukan pada dasarnya adalah wujud tanggung jawab dari berbagai alternatif pilihan yang ada dalam kehidupan. Hakikat perencanaan pendidikan juga dapat berarti sebuah proses pembuatan peta/routeperjalanan ke arah masa depan pendidikan yang diinginkan. Sebagai sebuah proses, perencanaan pendidikan terus akan berjalan tanpa henti, ia akan terus berkembang, memperbarui, dan menyesuaikan diri sepanjang proses perjalanan tersebut.

Perencanaan Pendidikan merupakan suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu Negara Y Dror (dalam Mubin, 2021).

Jadi perencanaan pendidikan dapat disimpulkan bahwa sebuah proses perumusan kebijakan dan instrument serta tekhnik penentuan prioritas, merupakan bagian integral pembangunan nasional suatu negara dan penghubung diantara harapan orang tua, masyarakat, peserta didik dan negara dalam upaya mencapai tujuan maupun fungsi pendidikan.

Menurut para ahli rumusan perencanaan pendidikan adalah:

  • Yusuf Enoch, perencanaan pendidikan adalah salah satu kegiatan dalam penyusunan alternatif kebijaksanaan untuk mengatasi suatu masalah yang akan dilaksanakan di dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan pendidikan nasional dengan mempertimbangkan kenyataan yang ada di bidang sosial budaya, sosial ekonomi, dan kebutuhan pembagunan secara menyeluruh pada pendidikan nasional.
  • Menurut Comb perencanaan pendidikan adalah suatu aplikasi rasional, dan sistematik di dalam proses pengembangan pendidikan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pendidikan dalam usahanya dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pendidikan, baik tujuan yang berhubungan dengan anak didik maupun masyarakat.
  • Garuge perencanaan pendidikan merupakan sebuah kegiatan untuk mempersiapkan kegiatan masa depan di dalam bidang pembangunan pendidikan yaitu tugas perencanaan pendidikan.
  • Prof. Dr. Yusuf Enoch mengatakan bahwa perencanaan pendidikan merupakan suatu proses yang mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan enyataankenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh pada suatu negara.
  • Coombs mengatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah penerapan rasional yang dianalisis secara sistematis pada proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.

Guruge (dalam Udin Syaefudin, dkk., 2007), mengungkapkan bahwa perencanaan pendidikan sebagai
salah satu proses untuk mempersiapkan kegiatan di masa depan di dalam bidang pembangunan pendidika. Definisi lain sebagaimana dikemukakan oleh Albert Waterston (dalam Rusdiana, 2021) bahwa perencanaan pendidikan merupakan investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.
Jadi perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari sebuah analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan supaya pendidikan lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan adalah: (1) memuat
rumusan hasil yang ingin dicapai dalam proses layanan pendidikan kepada peserta didik; (2) merupakan alat kontrol pengendalian perilaku warga satuan pendidikan (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, komite sekolah); (3) memuat langkah atau prosedur dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan; (4) suatu rumusan rancangan kegiatan yang ditetapkan berdasarkan visi, misi dan tujuan pendidikan; dan (5) menyangkut masa depan proses pengembangan dan pembangunan pendidikan dalam waktu tertentu, yang lebih berkualitas.

Perencanaan pendidikan adalah suatu proses perumusan kebijakan dan instrument sekaligus tekhnik penentuan prioritas, juga merupakan bagian integral pembangunan nasional suatu negara serta penghubung antara harapan orang tua, masyarakat, peserta didik dan negara dalam upaya mencapai tujuan maupun fungsi pendidikan Dalam proses penyusunan rencana pendidikan, pengkal tolak yang
dijadikan rujukannya adalah tujuan dan fungsi pendidikan.

Perencanaan Pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut.

Sebenarnya perencanaan pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting di dalam sebuah manajemen yang urgensinya yaitu sebagai panduan, fondasi dari arah untuk pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan. Bukan hanya dalam sebuah Lembaga pendidikan sebuah perencanaan dianggap sangat penting. Keperluan merencanakan terletak pada kenyataan bahwa manusia dapat mengubah masa depan menurut kehendaknya. Manusia tidak boleh menyerah pada keadaan dan masa depan. Landasan dasar
perencanaan adalah kemampuan manusia untuk secara sadar memilih alternatif masa depan yang dikehendakinya dan kemudian mengarahkan daya upayanya untuk mewujudkan masa depan yang dipilihnya, dalam hal ini manajemen yang diterapkan seperti apa, sehingga dengan dasar itulah maka suatu rencana akan terealisasikan dengan baik. Dalam pandangan manajemen pendidikan, untuk
mencapai suatu tujuan pendidikan maka seluruh program harus direncanakan dengan baik (Yayat Suharyat & Siti Asiah, 2022).

Perencanaan pendidikan atau yang disebut manajemen pendidikan dapat dilaksanakan dengan cara yang sesuai jelas arah dan tujuan serta efektif dan efisien atas relevan isi kurikulumnya, jika dilaksanakan dengan mengacu pada suatu dasar tertentu, yaitu dasar yang kokoh, yang disebabkan oleh adanya dasar yang kokoh serta dapat mengembangkan dan memberi perubahan pada pendidikan untuk mencapai suatu tujuan dan arah yang jelas secara maksimal dan dengan adanya suatu dasar yang kokoh di
dalam perencanaan itu merupakan pilar utama terhadap perkembangan dalam pendidikan profesional.

Dasar filosofis perencanaan pendidikan ialah sebuah landasan yang bersumber dalam filsafat pendidikan yang meliputi segala aspek dari keyakinan hakekat pengetahuan, hakekat manusia, sumber nilai serta kehidupan yang dijalankan lebih baik, selanjutnya kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata philein / philos artinya cinta dan sophos / sophia yang memiliki makna kebijaksanaan, dan secara maknawi filosofis atau filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang untuk memahami hakekat segala sesuatu (Mohammad Arif, 2010).

Menurut Endang Soenarya (dalam Kurniawan & Khoiri, 2022) Perencanaan pendidikan adalah suatu proses yang sistematik dan berkesinambungan yang meliputi pelaksanaan dan pengkoordinasian, metode penelitian social, prinsip dan teknik kependidikan, administrasi, ekonomi, dan keuangan,
melalui partisipasi dan dukungan masyarakat terhadap pendidikan, dengan tujuan dan langkah-langkah yang dirumuskan secara pasti untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang dalam mengembangkan berbagai potensinya agar dapat memberikan kontribusinya secara efektif terhadap pembangunan sosial, kebudayaan dan ekonomi bagi negerinya.

Perencanaan pendidikan jika adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam merencanakan, menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan sesuatu yang konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusankeputusan lain, baik dalam bidangbidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.

Manfaat perencanaan pendidikan

Sebelum melakukan proses belajar mengajar di kelas perlu melakukan. Oleh karena itu, hendaknya perencanaan pendidikan disusun atau direncanakan dengan baik dan matang sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan sesuai dengan tujuan.

Manfaat dari perencanaan pendidikan yang baik adalah sebagai berikut (Harjanto, 2008):

  1. Sebagai pola dasar untuk mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam suatu proses pembelajaran.
  2. Untuk menghemat waktu, alat-alat, tenaga, dan juga biaya.
  3. Sebagai petunjuk arah proses dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dilakukan.
  4. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik itu guru maupun siswa.
  5. Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan dalam bekerja.

Menurut para ahli, ada beberapa manfaat dalam perencanaan pendidikan yang disusun dengan baik
untuk kehidupan kelembagaan, yaitu antara lain (Endang Soenarya, 2000).

  1. Untuk dijadikan alat atau media dalam memudahkan berkoordinasi dengan berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan;
  2. Untuk dijadikan media dalam meminimalkan pekerjaan yang tidak efisien atau tidak pasti;
  3. Untuk dijadikan sebagai media dalam mengevaluasi pencapaian tujuan proses layanan pendidikan.
  4. Untuk digunakan sebagai standar pelaksanaan dan pengawasan proses aktivitas atau pekerjaan pemimpin dan anggota di dalam suatu lembaga pendidikan;
  5. Untuk dijadikan sebagai media pemilihan berbagai alternatif strategi penyelesaian yang terbaik bagi
    upaya pencapaian tujuan pendidikan;
  6. Untuk penyusunan skala prioritas kelembagaan baik yang menyangkut sasaran yang akan dicapai
    maupun proses kegiatan layanan pendidikan;
  7. Untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan pemanfaatan beragam sumber daya organisasi atau
    lembaga pendidikan;
  8. Untuk membantu pimpinan dan para anggota (warga sekolah) dalam menyesuaikan diri terhadap
    perkembangan atau dinamika perubahan sosialbudaya;

Sejarah Perkembangan Perencanaan Pendidikan

Sejak zaman kuno para ahli filsafat dan pendidikan sudah mempunyai gagasan perencanaan pendidikan yang bersifat murni spekulatif. Xenephon pernah mengemukakan dalam konstitusi Lacerdaemonian-nya yang menunjukkan kepada orang-orang Athena, bagaimana orang-orang Sparta pada 2500 tahun yang lalu merencanakan pendidikannya yang disesuaikan dengan tujuan militer, sosial, dan ekonomi. Plato dalam bukunya, Republik, membuat suatu rencana pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan pemimpin dan kebutuhan politik athena. Tujuan pendidikan menurut Plato adalah untuk kebahagiaan individu dan kesejateraan negara.

Pada masa dinasti Han di daratan Cina dan pada masa peradaban Inca di Peru sudah dilakukan penyusunan suatu rencana pendidikan. Pada zaman Renaissance, John Knox menyusun suatu sistem pendidikan nasional yang dapat dijadikan pedoman orang Scots untuk dapat menikmati kehidupan material dan spiritual. Di saat itu Comenius telah menyusun suatu kerangka dasar organisasi sekolah yang
bersifat terpusat (Kahar Ustman dan Nadhirin, 2008).

Pada abad ke 18 telah ditemukan berbagai karya yang berkaitan dengan rencana pendidikan, dan yang paling terkenal yaitu perencanaan Universitas di Rusia (Plan d’une UnEversite pour le Gouvernement de Russsie) karya Diderot. Pada abad ke-19 ketika lembaga-lembaga pendidikan persekolahan mulai didirikan sudah terdapat beberapa perencanaan pembangunan sekolah dan perencanaan pendidikan guru, tetapi belum digunakan konsep perencanaan sebagaimana yang dikenal dewasa ini. Setelah perang dunia I, Rusia dalam rencana pembangunan lima tahun I (1923), merupakan negara pertama yang menerapkan konsep perencanaan pendidikan, kemudian Prancis pada tahun 1929 melalui rencana yang disusun Tardieu, Amerika Serikat pada tahun 1933, Switzerland melalui Wahlen Plan for Agriculture pada
tahun 1941, dan Puerto Rico pada tahun 1942. Setelah perang dunia II, muncul berbagai pergolakan sebagai akibat meningkatnya pergolakan sosial dan ledakan penduduk yang tidak terduga. Sedangkan sumber-sumber makin langka, beberapa negara di Eropa mulai memandang bahwa perencanaan perndidikan itu penting. Semenjak itu Inggris melalui Education Act tahun 1944 mulai menyelenggarakan
kewajiban belajar di 146 daerah, di mana para pejabat atau administrator pendidikan diminta untuk mempersiapkan suatu perencanaan pembangunan pendidikan.

Tujuh tahun kemudian pada tahun 1951 Prancis membentuk komisi perencanaan untuk pembangunan
sekolah, universitas, ilmu pengetahuan dan seni (A Commision du Plan d’equipement Scolaire, Universtaire, Scientifique et Artistique). Kemudian pada tahun 1953 pendidikan adalah bagian integral dari rencana pembangunan nasional.

Pada tahun 1956-1965 telah dilakukan berbagai seminar, konferensi, dan lokakarya pada tingkat internasional, regional, maupun nasional. Sebagai tindak lanjut dari konferensi Santiago di Chili (1962) yang kemudian diikuti dengan seminar Washington, diadakan suatu studi tentang hubungan antara pendidikan dan ekonomi dalam kaitannya dengan situasi sosial dan kependidikan di Amerika Latin.
Salah satu rekomendasi dari hasil studi tersebut kemudian dikenal dengan “Deklarasi Santiago” di mana digambarkan suatu peningkatan proporsi pendapatan nasional sebesar 4% pada tahun 1965 dikhususkan bagi pembangunan pendidikan. Pada konferensi Santiago, titik berat masalah yang dibahas masih pada aspek kuantitatif. Pada konferensi Buenos Aires (1965) lebih ditekankan pada permasalahan yang berkaitan dengan isi, metode, dan evaluasi pendidikan.

Konferensi Addis Ababa sudah melahirkan “Garis-Garis Besar Rencana Pembangunan Pendidikan di Afrika” yang berisi rekomendasi untuk meningkatkan angka partisipasi (Enrollment) sebesar 5% bagi mereka yang telah mengikuti kewajiban belajar dan meningkatkan angka partisipasi sekolah menengah dari 3% pada tahun 1961 menjadi 9% pada tahun 1966, suatu peningkatan proporsi GNP yang dikhususkan untuk pendidikan dari 3% pada tahun 1961 menjadi 4% pada tahun 1965, 5% pada tahun 1970 dan 6% pada tahun 1980. Konferensi Paris yang dimulai di Addis Ababa merekomendasikan agar dibentuk badan atau unitunit kerja perencanaan pendidikan di tiap-tiap negara di Afrika. Setelah melalui berbagai sidang intensif, pada akhirnya Sidang Umum UNESCO (1960) memutuskan untuk mendirikan empat pusat pendidikan dan pelatihan regional perencanaan pendidikan, yaitu The Regional Centre
for Educational Planning and Administration untuk negaranegara Arab (Beirut, 1961); The Asian Institute of educational Planning and Administration (New Delhi, 1962); The Regional Institute of educational Planning and Administration for Latin America and Carribean (Santiago, 1968); The Regional educational Planning and Administration Group for Africa (Dakar, 1963); dan pada sidang umum UNESCO tahun 1962
diputuskan untuk mendirikan International Institute of Educational Planning (IIEP) di Paris pada tahun 1963. Tugas utama institusi ini adalah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Educational planning specialist tingkat tinggi, menstimulasi, dan mengkoordinasikan penelitian di bidang perencanaan pendidikan pada skala internasional. Dalam perkembangannya di Indonesia, Enoch mengemukakan
bahwa gema isu perencanaan pendidikan sampai di indonesia sekitar tahun 1968, yaitu dengan dilaksanakannya suatu Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP). Hasil PPNP telah menarik perhatian UNESCO/UNDP, yang pada akhirnya mereka bersedia membantu Indonesia untuk mengembangkan perencanaan pendidikan. Dengan berdirinya Badan Penelitian Pendidikan (BPP) pada tahun 1969 yang kemudian berubah menjadi Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, kegiatan
perencanaan pendidikan mulai tampak perkembangannya. Melalui bantuan finansial dan bantuan teknik dari UNESCO, secara berangsur-angsur dikirim beberapa utusan tenaga perencana untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan perencanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh Asian Institute of Educational Planning and Administration di New Delhi, INNOTECH di Manila dan untuk program Educational Planning Specialist, yaitu pendidikan dan pelatihan perencanaan pendidikan tingkat tinggi di International Institute for Educational Planning (IIEP) di Paris.Sejak berdirinya Biro Perencanaan pada Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1975) upaya untuk meningkatkan kemampuan akademik dan ketrampilan teknik dalam perencanaan pendidikan terus dilakukan
melalui beberapa jalur pendidikan dan pelatihan.

Sejak berdirinya Biro Perencanaan pada Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1975) adapun upaya untuk meningkatkan kemampuan akademik dan ketrampilan teknik dalam perencanaan pendidikan terus dilakukan melalui beberapa jalur pendidikan dan pelatihan. Jalur pendidikan dan pelatihan tatap muka (Program Perencanaan 1 dan 2) dilakukan melalui berbagai
penataran, sedangkan jalur pendidikan dan pelatihan melalui media cetak dilakukan melalui sistem modul
(Endang Soenarya, 2000).

Asal usul Perencanaan Pendidikan

Perencanaan pendidikan di masa kini berasal dari zaman kuno yang tidak terputus-putus. Xenephon menceritakan (dalam lacadaemonian constitution) bagaimana 2500 tahun yang silam orang-orang spartan merencanakan dengan baik pendidikan mereka untuk tujuan militer sosial dan ekonomi. Plato didalam republiknya mengusulkan suatu rencana pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan pemimpin dan memenuhi kebutuhan politik Athena. Cina selama pemerintahan Dinasti Han dan orang orang Inca di Peru merencanakan pendidikannya untuk tujuan khas masyarakat mereka. Contoh dari zaman kuno kini menekankan betapa pentingnya fungsi perencanaan pendidikan dan kaitan sistem pendidikan dengan tujuan masyarakat apapun jenis tujuan itu. Contoh yang kemudian menuntukan bagaimana perencanaan pendidikan itu di dalam masa pergolakan sosial dan intelektual mengambil jalan membantu perubahan suatu masyarakat agar seirama dengan tujuan yang baru. Pembuat rencana seperti itu umumnya adalah pemikir masyarakat yang kreatif yang melihat bahwa pendidikan itu adalah suatu alat yang sangat kuat untuk mencapai perubahan dan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Beberapa ditujukan untuk seluruh bangsa lainnya ditujukan kepada lembaga lembaga secara sendiri sendiri beberapa tidak diragukan jauh lebih efektif dari yanglain beberapa hanya musiman yang lain menyangkut kegiatan yang terus menerus dan dalam jangka waktu yang cukup lama beberapa di dalam susunan yangsangat otoriter dan yang lain lebih demokratis dan pluralistis. Semuanya harus diajarkan tetapi tidaksatupun yang memiliki ciri yang dibutuhkan untuk perencanaan pendidikan modern.

Fungsi dan Tujuan Perencanaan Pendidikan

Fungsi perencanaan pendidikan sama seperti fungsi perencanaan pada umumnya yaitu:

  1. Sebagai alat bagi pengembangan penjaminan kualitas pendidikan.
  2. Sebagai upaya untuk memenuhi dan mewujudkan akuntabilitas lembaga pendidikan.
  3. Mempersiapkan keputusan atau alternatif kebijaksanaan untuk kegiatan masa depan dalam pembangunan pendidikan.
  4. Sebagai pola dasar dan petunjuk dalam mengambil keputusan tentang bagaimana mencapai tujuan dan jalan, apa yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut.
  5. Sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan pendidikan.
  6. Menghindari dari pemborosan sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya lain.

Banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang fungsi-fungsi perencanaan. Louis A Allen, (dalam Hasibuan 2016), mengkonsepsikan bahwa perencanaan terdiri atas kegiatan–kegiatan yang dijalankan oleh seorang manajer untuk dijalankan pada saat ini dan masadepan.

  1. Penjadwalan (scheduling), manajer harus dapat menetukan waktu yang tepat karena ini merupakan
    suatu ciri dari tindakan yang baik. Manajer menentukan waktu dan kegiatan-kegiatannya melalui penyusunan jadwal, kapan harus dimulai dan berapa lama setiap aktivitas dikerjakan.
  2. Penganggaran (budgeting), penyusunan anggaran belanja harus dilakukan oleh perencanaan dalam
    mengalokasikan sumber-sumber dana yang ada serta penetapan besarnya anggaran untuk setiap kegiatan yang akan dilakukan. Dalam hal ini ditentukan alat-alat, tenaga kerja serta fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan melaksanakan acara-acara secara efektif dan efisien.
  3. Pengembangan prosedur (deviloping procedure, untuk penghematan, efektivitas, dan keseragaman diusahakan sebaik-baiknya, sehingga pekerjaan-pekerjaan tertentu harus dilakukan dengan cara yang tetap sama dimana pun pekerjaan itu diselenggarakan.
  4. Penetapan dan penafsiran kebijaksanaan (establishing and interpreting policies), untuk menjamin keseragaman dan keselarasan tindakan dalam menguasai masalahmasalah dan situasi pokok, seorang menetapkan, dan menafsirkan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Suatu kebijaksanaan adalah keputusan yang senantiasa berlaku untuk masalah-masalah yang timbul berulangulang dalam perusahaan.
  5. Peramalan (forecasting), perencanaan harus dapat meramalkan, memperkirakan waktu yang akan datang tentang keadaan pasar, perkembangan situasi konsumen, kemajuan teknik, dan kebijaksanaan pemerintah. Ramalan-ramalan itu disususn secara sistematis dan berkesinambungan serta berusaha mendahului kondisikondisi pada waktu yang akan datang.
  6. Penetapan tujuan (establishing objectives), dalam rangka peramalan ini manajer harus menentukan dengan tegas hasil akhir yang diinginkan. Menetapkan tujuan ini merupakan tugas dari perencana (planner). Tujuan harus dikembangkan untuk menentukan semua kegiatan yang akan dilakukan.
  7. Pemrograman (programming), perencanaan harus mentapkan prosedur kegiatan-kegiatan dan biaya-biaya yang diperlukan untuk setiap kegiatan untuk tercapainya tujuan yang diinginkan. Manajer memperkuat langkahlangkah tindakan yang akan diambil berdasarkan prioritas pelaksanaannya.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan fungsi utama manajer. Pelaksanaan pekerjaan tergantung pada baik buruknya suatu rencana. Perencanaan harus diarahkan pada tercapainya tujuan, jika tujuan tidak tercapai mungkin disebabkan oleh kurang baiknya rencana. Perencanaan harus didsarkan atas kenyataan-kenyataan objektif dan rasional untuk mewujudkan adanya kerja sama yang efektif. Perencanaan juga harus memikirkan matang-matang tentang anggaran,
kebijaksanaan, program, prosedur, metode, dan standar untuk mencapaitujuan yang telah ditetapkan, serta perencanaan harus memberikan dasar kerja dan latar belakang bagi fungsi-fungsi manajemen lainnya.

Prinsip-prinsip Perencanaan Pendidikan

Perencanaan pendidikan mengenal prinsip-prinsip yang dapat dijadikan pegangan, baik dalam proses penyusunan maupun dalam proses implementasinya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

  1. Perencanaan itu disusun dengan data.
  2. Perencanaan itu mengendalikan kekuatan sendiri, tidak berdasarkan pada kekuatan orang lain.
  3. Perencanaan itu Komprehensif dan ilmiah.
  4. Perencanaan itu Interdisiplinair.
  5. Perencanaan itu Fleksibel.
  6. Perencanaan itu Objektif rasional.
  7. Perencanaan itu tidak dimulai dari nol tetapi dari apa yang dimiliki, dan
  8. Perencanaan itu merupakan wahana untuk menghimpun kekuatan-kekuatan secara terkoordinir.

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain
Langgulung, H.(dalam Rusdiana, 2021) :

  1. Prinsip kooperatif–komprehensif, adalah perencanaan yang disusun dapat memotivasi dan membangun mentalitas semua kalangan di sekolah dalam bekerja sebagai suatu tim (team work) yang baik. Disamping itu perencanaan yang disusun harus mencakup semua aspek esensial
    (mendasar) tentang layanan pendidikan akademik dan non akademik setiap peserta didik.
  2. Prinsip human resources development, didefinisikan perencanaan pendidikan harus disusun sebaik mungkin dan dapat menjadi acuan dalam pengembangan sumber daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan program pembangunan pendidikan. Layanan pendidikan pada peserta didik harus betul-betul mampu membangun individu yang unggul baik dari aspek intelektual (penguasaan science and technology), aspek emosional (kepribadian atau akhlak), dan aspek spiritual (keimanan
    dan ketakwaan), atau disebut IESQ yang unggul.
  3. Prinsip interdisipliner, yaitu menyangkut berbagai bidang keilmuan atau beragam kehidupan. Hal ini penting karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik harus menyangkut berbagai jenis pengetahuan, beragam ketrampilan dan nilai-norma kehidupan yang berlaku di masyarakat.
  4. Prinsip efektifitas-efisiensi, artinya dalam penyusunan perencanaan pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya yang ada secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan ‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan.
  5. Prinsip progress of change, yaitu terus mendorong dan memberi peluang kepada semua warga sekolah untuk berkarya dan bergerak maju ke depan dengan beragam pembaharuan layanan pendidikan yang lebih berkualitas, sesuai dengan peranan masing-masing.
  6. Prinsip objektif, rasional dan sistematis, yaitu perencanaan pendidikan harus disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara rasional
  7. (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata), dan mempunyai sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan berkesinambungan.
  8. Prinsip fleksibel, adalah bersifat lentur, dinamik dan responsif terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di masyarakat. Hal ini penting, karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik adalah menyiapkan siswa untuk mampu menghadapi perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan beragam tantangan kehidupan terkini.

Selanjutnya adapun prinsip perencanaan pendidikanadalah sebagai beriku.

  1. Perencanaan itu komprehensif dan ilmiah, dalam arti mencakup seluruh aspek esensial pendidikan dan disusun secara sistematis dengan menggunakan prinsip dan konsep keilmuan (Afifuddin, 2011).
  2. Perencanaan pendidikan harus bersifat integral perencanan pendidikan harus diintegrasikan ke dalam perencanaan yang menyeluruh.
  3. Perencanaan pendidikan harus memperhatikan aspekaspek kualitatif dan kuantitatif. Kemajuan dalam bidang pendidikan bukan hanya ditentukan oleh jumlah anak yang dapat ditampung di sekolah-sekolah, peningkatan jumlah pelajar, jumlah gedung, guru dan sebagainya, tetapi jiga apakah output pendidikan dapat memenuhi pasaran kerja, atau apakah dapat membuat individu menjadi sejahtera dan sebagainya.
  4. Perencanaan itu interdisipliner karena pendidikan pun interdisipliner, terutama dalam kaitannya dengan pembangunan manusia.
  5. Perencanaan itu fleksibel, dalam arti tidak kaku, tetapi dinamis serta responsife terhadap tuntutan masyarakat terhadap pendidikan. Karena itu, planners perlu memberikan ruang gerak yang tepat, terutama dalm penyusunan rancangan.
  6. Perencanaan itu objektif rasional, dalam arti untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan subjektif sekelompok masyarakat.
  7. Perencanaan tidak dimulai dari nol, tetapi dari apa yang dimiliki. Ini berarti segala potensi yang tersedia merupakan asset yang perlu digunakan secara efisien dan optimal.
  8. Perencanaan merupakan wahana untuk menghimpun kekuatan-kekuatan secara terkoordinasi, dalam arti segala kekuatan dan modal dasar perlu dihimpun secara terkoordinasikan untuk digunakan secermat mungkin untuk kepentingan pembangunan pendidikan.
  9. Perencanaan itu disusun dengan data. Tanpa data, tidak ada kekuatan yang dapat diandalkan.
  10. Perencanaan mengendalikan kekuatan sendiri, tidak bersandarkan pada kekuatan orang lain. Perencanaan yang bersandarkan pada kekuatan bangsa lain tidak akan stabil dan mudah menjadi objek politik bangsa lain.

By Syamsul Rizal

Dosen Tetap IAI Diniyyah Pekanbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *