Belajaraktif.com – Sebahagian kita mungkin menggangap komunikasi adalah sesuatu yang biasa dan sederhana, sehingga seringkali kita lalai untuk memperhatikan bagaimana seharusnya berkomunikasi yang baik terhadap sesama manusia terutama terhadap keluarga, teman dan orang lain di sekitar kita. Tanpa disadari bahwa komunikasi yang kita lakukan telah membawa banyak manfaat, kebaikan dan manfaat dalam kehidupan kita, disisi yang lain komunikasi juga telah banyak menimbulkan mudarat, konflik, kerugian dan bahkan bencana dalam kehidupan manusia. Hal tersebut terjadi karena manusia lupa dalam menempatkan dan menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi.

Disadari atau tidak bahwa sebahagian besar hidup manusia diisi oleh kegiatan berkomunikasi. Sejak bangun dari tidur hingga tidur kembali, manusia telah melakukan komunikasi dengan dirinya sendiri (komunikasi intrapersonal), berkomunikasi dengan orang lain secara langsung (komunikasi interpersonal),melakukan hubungan dalam kelompok sosialnya (komunikasi kelompok), menjadi bagian dari sebuah organisasi (komunikasi organisasi), atau bahkan melakukan komunikasi dengan masyarakat secara luas (komunikasi massa). Hal itu menunjukkan bahwa manusia telah berkomunikasi dengan begitu banyak orang dalam lingkungan sosialnya yang berbeda latar belakang secara geografis, demografis, psikologis dan politis. Sehingga manusia tidak dapat tidak berkomunikasi (we cannot not communicate).

Manusia sebagai makhluk pribadi dan mahluk sosial menduduki posisi yang sangat penting dan strategis. Sebab, hanya manusialah satu-satunya makhluk Allah ﷻ yang diberikan amanah sebagai khalifah dimuka bumi dan dikarunia kemampuan berkomunikasi. Alquran menyebutkannya dengan kata al bayan.1 Dengan kemampuan itulah memungkinkan manusia membangun hubungan sosialnya. Kemampuan berkomunikasi yang dimiliki manusia adalah sebuah keadaan dimana komunikasi yang dilakukan dapat membentuk saling pengertian dan menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban dan sebagainya. Disisi lain, kemampuan dalam berkomunikasi ini juga telah menciptakan perpecahan, permusuhan, menanamkan kebencian, merintangi kemajuan, dan menghambat pemikiran, konflik yang berkepanjangan serta bencana yang besar dimuka bumi, hal tersebut merupakan sebuah realitas yang tidak boleh dinafikan dan telah terjadi dalam kehidupan umat manusia.

Jika dilihat secara objektif dan konfrehensif bahwa komunikasi seperti dua sisi mata uang yaitu bahwa disisi yang satu menunjukkan komunikasi merupakan jalan menuju kebaikan bersama, namun di sisi yang lain komunikasi juga turut menyebabkan permasalahan, konflik dan permusuhan yang berkepanjangan di
tengah-tengah manusia. Hal itu dapat terjadi manakala komunikasi dilakukan tidak didasarkan pada etika-etika komunikasi. Kenyataan ini sekaligus memberi gambaran betapa komunikasi menjadi sesuatu yang sentral dan signifikan dalam setiap ruang dimensi kehidupan manusia, sehingga komunikasi tidak hanya dipahami sekedar kegiatan bicara-bicara semata melainkan bagaimana pembicaraan yang dilakukan tersebut penuh makna, penuh rasa dan membawa bahagia bagi setiap pelakunya. Hal ini dapat terjadi apabila alquran dan sunnah Nabi Saw dijadikan sebagai landasan etika berkomunikasi.

Dalam perspektif Islam, komunikasi dipandang sebagai upaya untuk membangun hubungan secara vertikaldengan Allah ﷻ (Hablumminallah) dan juga untuk menjalin komunikasi secara horizontal yaitu hubungan dengan sesama manusia (hablumminanas). Komunikasi dengan Allah ﷻ tercermin melalui
ibadah-ibadah yang telah ditentukan seperti salat, puasa, zakat dan haji, zikir dan sebagainya dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan membentuk karakter taqwa dalam diri hamba. Sedangkan komunikasi dengan sesama manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang disebut muamalah, yang tercermin dalam semua aspek kehidupan manusia, seperti sosial, budaya, politik,
ekonomi, seni dan sebagainya dengan tujuan untuk mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan manusia.

Ruang Lingkup Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin yaitu communicatio yang biasa dipakai untuk menjelaskan kemampuan manusia memilih label dan simbol tertentu, atau menjelaskan hubungan diantara manusia dan hubungan manusia dengan dunia disekeliling
mereka. Kata communication sebenarnya berasal dari dua akar kata yaitu com (dalam bahasa latin cum yang berarti dengan atau bersama-sama dengan) dan unio (dalam bahasa latin union yang diartikan sebagai persatuan). Jadi communication menjelaskan to union with or union together with – menjadi satu dengan atau bersama-sama dengan.2 Komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin communicatio istilah ini sesungguhnya berasal dari kata communis yang berarti sama sama yang dimaksudkan disini adalah sama makna atau sama arti. Jadi dalam pendekatan etimologi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.3

Selanjutnya, kata komunikasi bagi para ahli memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan konteks komunikasi. menurut catatan Dance dan Larson di tahun 1976 mengungkapkan bahwa setidaknya sudah ada 126 definisi komunikasi yang diutarakan para ahli berdasarkan keragaman perspektif yang dimiliki
masing-masing. Ahli psikologi melihat komunikasi sebagai proses stimulus untuk menimbulkan respon tertentu, ahli sosiologi melihat komunikasi sebagai proses interaksi, ahli politik melihat komunikasi sebagai perebutan pengaruh dan kekuasaan, dan lain sebagainya. Keragaman definisi yang dibuat para ahli menunjukkan bahwa ilmu komunikasi begitu dinamis dan luas untuk dikaji.4

Sesungguhnya komunikasi sebagai sebuah ilmu dan seni sudah mulai berkembang pada zaman Yunani kuno, tokoh yang banyak berjasa salah satunya adalah Aristoteles (358-322 SM). Dalam bukunya Rethoric, Aristoteles mendefinisi komunikasi sebagai berikut : “siapa mengatakan apa kepada siapa”.Definisi yang dibuat Aristoteles tersebut begitu sederhana, akan tetapi terus menjadi acuan dalam perkembangan ilmu komunikasi sampai saat ini, hingga ditemukan beragamnya definisi komunikasi oleh para ahli untuk menjelaskan dan memahami fenomena komunikasi yang kemudian menjadi sebuah ilmu yang dipelajari di berbagai perguruan tinggi.5

Komunikasi Dalam Pandangan Islam

Islam secara bahasa berasal dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata itu aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa. Dalam pengertian yang lain diartikan sebagai sikap menyerahkan diri, patuh, tunduk dan taat. Sehingga seseorang yang bersikap sebagaimana dimaksud
oleh pengertian Islam disebut muslim, yaitu orang yang telah menyatakan dirinya patuh, tunduk dan taat kepada Allah SWT. Secara terminologis, Islam adalah ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melaui Rasul-Nya, dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir.6

Islam dalam hal ini, dimaksudkan sebagai agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah SWT kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sebagai nabi dan rasul terakhir penyempurna ajaran-ajaran sebelumnya. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran tentang seluruh aspek kehidupan manusia,
sehingga Islam dinyatakan sebagai agama rahmat bagi seluruh alam. Hal itu menunjukkan bahwa Islam tidak hanya sekedar bicara tentang hubungan transenden antara manusia dengan sang pencipta (Allah SWT) lewat prilaku ritual dan ibadah formal. Namun lebih dari itu Islam merupakan ajaran moral yang
menekankan tentang bagaimana mewujudkan keadilan, kejujuran, kebersamaan, kedamaian dan sebagainya yang menunjukkan penekanannya pada hubungan sesama manusia (hablum minanas.). Yaitu bagaimana manusia saling berinteraksi dan berkomunikasi sesamanya dalam membangun hubungan sosial, ekonomi, politik dan sebaginya. Yang dengan tegas memberi petunjuk dan rambu-rambu
kehidupan bagi manusia. Tentang, mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk. Seperti halnya rambu-rambu lalu lintas di jalan yang memberikan panduan bagi seluruh pengguna jalan dengan tujuan untuk keselamatan pengguna jalan dan kemudahan berlalu lintas secara keseluruhan.7

Dengan demikian maka setiap pemeluk Islam harus menyadari bahwa AlQuran dan sunnah Nabi ﷺSAW adalah pedoman utama bagi mereka dan tidak menjadikan yang lain sebagai pedoman maupun tuntunan dalam kehidupan sebagai seorang muslim. Lebih dari itu, bahwa setiap sikap dan perilaku dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosialnya harus senantiasa berdasarkan pada AlQuran dan sunnah Nabi ﷺ. Konsekuensi ini merupakan tuntunan Allah ﷻ kepada manusia agar dapat mencapai kualitas hidup bahagia di dunia dan akhirat.

Dalam Islam, komunikasi dianggap sebagai fitrah manusia. Manusia telah Allah lebihkan dari mahluk lainnya dalam segi komunikasi, dalam Al-Quran hal itu dijelaskan dengan kata “Albayan” (pandai berbicara) yang terdapat pada surah Ar-Rahman ayat 1-4. Asy-Syaukani dalam tafsir Fath Al-Qodir mengartikan albayan sebagai kemampuan berkomunikasi, dengan kemampuan tersebut manusia
menjadi mahluk yang dinamis dan terus berkembang berdasarkan kemampuan dan kebutuhannya dalam berkomunikasi17. Sehingga sangat tepat kiranya ungkapan bahwa manusia tidak bisa tidak berkomunikasi, dan 75 % waktu yang dimiliki manusia telah dihabiskan untuk berkomunikasi.

Dalam perspektif Islam, komunikasi dilakukan sebagai upaya mewujudkan hubungan secara vertikal dengan Allah swt, melalui ibadah-ibadah fardhu (sholat, puasa, zakat dan haji, dsb). Dan disisi yang lain komunikasi dilakukan untuk membangun hungan horizontal yaitu hubungan dengan sesama manusia, yaitu dalam rangka melakukan kegiatan muamalah dalam bidang-bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya. Dan hubungan yang dibangun tersebut secara vertikal dan horizontal adalah sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia secara lahir dan batin. Sehingga komunikasi dalam Islam sebagai upaya untuk mewujudkan keseimbangan dan kebaikan dalam hidup manusia.

Keberhasilan dakwah yang dilakukan oleh Rasul ﷺ, jika dikaitkan dengan komunikasi maka Rasul Muhammad ﷺ adalah seorang komunikator yang handal dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan (Islam) melalui berbagai pendekatan yang efektif sehingga agama Islam selama 23 tahun, melalui dakwah nabi telah mampu menyebarkan Islam ke berbagai penjuru dunia, dan sampai sekarang ajarannya tetap dijaga dan diamalkan dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Sehingga, Rasul Muhammad ﷺ senantiasa menjadi contoh (uswah) umat dalam segala hal, termasuk juga kita mencontoh Rasul ﷺ dalam berkomunikasi. Sehingga telah jelas bagi kita bahwa Komunikasi dalam Islam merupakan suatu aktivitas yang sangat sentral dan penting untuk diperhatikan sesuai petunjuk alquran maupun sunnah Nabi ﷺ. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa berkomunikasilah dengan baik, bermanfaat, didasarkan pada etika yang baik, untuk kebaikan pribadi dan masyarakat.

Nilai-nilai Etika Komunikasi Islam

Manusia sebagai mahluk sosial, satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan yang konpleks. Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara, hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana
seharusnya manusia berinteraksi, atau bergaul maupun berkomunikasi. Sistem pengaturan pergaulan dimaksud menjadikan suasana saling menghormati dan menghargai satu dengan lainnya, yang dalam tradisi masyarakat kita dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan sebagainya. Tujuan dari sistem tersebut tidak lain untuk menjaga kepentingan, harga diri dan kehormatan
masing-masing dalam pergaulan sehingga mereka merasa aman, nyaman, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin bahwa setiap perbuatan yang dilakukannya sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakatnya dan tidak bertentangan dengan hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di tengah masyarakat.

Secara etimologi (bahasa) “etika” berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos. Dalam bentuk tunggal ethos diartikan sebagai tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat, akhlak, perasaan, cara berpikir. Sementara dalam bentuk jamak ta etha berati adat kebiasaan.8 Etika dalam bahasa inggris disebut ethic (singular) yang berarti a system of moral principles or rules of behaviour (suatu sistem, prinsip moral, atau aturan berperilaku).9 Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai: Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); Kumpulan asas dan nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat.

Dalam kehidupan sehari-hari kata etika berkaitan erat dengan kata moral, yang keduanya menunjukkan suatu nilai hidup yang dianut suatu masyarakat. Kata moral sendiri berasal dari bahasa latin yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari perbuatan yang buruk. Meskipun nampak sama antara etika dan moral, namun perbedaannya terletak pada bentuknya. Moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika yaitu untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: Susila (bahasa sangsekerta) menunjukan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Etika juga disebut akhlak (bahasa Arab).10

Etika bagi filusuf sering disebut sebagai filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang membahas mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Pembahasan etika seputar baik-buruk atau benartidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta menyoroti kewajiban-kewajiban
manusia. Dalam hal ini etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Tindakan yang dilakukan manusia ditentukan atau didasarkan oleh bermacam-macam norma (aturan) yang telah disepakati dalam suatu masyarakat. Dalam hal ini etika membantu manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma yang ada baik dari dalam dan dari luar, supaya manusia mencapai kesadaran moral yang otonom.11

Menurut H.A. Mustafa, etika sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana yang baik dan yang buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah diketahui oleh akal pikiran. Sementara W.J.S. Poerwadarminto menjelaskan bahwa etika sebagai ilmu pengetahuan
mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan akhlak. Hal yang sama juga disebutkan oleh Ahmad Amin yang mendefinisikan etika sebagai sebuah ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam
perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.12

Dari penjelasan di atas tentang pengertian etika, baik secara etimologi maupun terminologi menunjukkan bahwa etika merupakan sebuah ilmu untuk mengetahui dan menilai sesuatu tindakan atau perilaku manusia berdasarkan suatu penilaian yang didasarkan oleh akal pikiran manusia, apakan hal itu baik atau hal itu tidak baik (buruk) untuk menjelaskan perilaku atau perbuatan manusia. sesuatu yang dilakukan baik, maka secara etika menunjukkan bahwa orang yang melakukannya dikatanya beretika, sebaliknya jika perbuatan yang dilakukan tidak baik (buruk) maka orang yang melakukannya dikatakan tidak beretika.

Pada uraian di atas telah diungkapkan pengertian komunikasi dan etika, selanjutnya penulis ingin menyamakan pemahaman kita tentang etika komunikasi. Etika komunikasi adalah sebuah nilai, norma atau ukuran-ukuran tingkah laku yang dianggap baik dalam kegiatan komunikasi di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat satu dengan lainnya tentulah memiliki perbedaan sebagai standart
atau ukuran-ukuran terhadap tingkah laku, norma maupun nilai yang dianggap baik dan buruk. Perbedaan tersebut sebagai suatu keniscayaan didasarkan pada perbedaan budaya masing-masing.

Terdapat berbagai perspektif dalam penilaian tentang etika komunikasi, sebagaimana Richard L. Johannesen dalam Aan Ridwan menyebutkan tujuh perspektif etika komunikasi, yaitu: Perpektif politik (nilai demokrasi, keterbukaan, kebebasan yang disertai tanggung jawab, penghormatan terhadap hak-hak
individual); Perspektif sifat manusia (motif komunikator, sifat dari cara-cara yang diambil, keadaan yang mengiringi); Perspektif dialogis (nilai kebersamaan, keterbukaan hati, kelangsungan, kejujuran, spontanitas, tidak berpura-pura, dan sebagainya); Perspektif situasional (peran komunikator terhadap khalayak, standar khalayak mengenai kelogisan dan kelayakan, derajat kesadaran khalayak, tingkat urgensi untuk pelaksanaan usulan komunikator, tujuan dan nilai khalayak); Perspektif religius (pendekatan normatif kitab suci, pahala dan dosa); Perspektif utilitarian (nilai kegunaan, kesenangan, kegembiraan), dan Perspektif legal (nilai hukum yang berlaku).

Dalam pembahasan ini, penulis mencoba menguraikan etika komunikasi berdasarkan perspektif religius, yaitu etika komunikasi berdasarkan alquran dan sunnah Nabi Saw atau dengan sebutan lain yaitu etika komunikasi islami. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa doktrin-doktrin (ajaran) Islam sebagai
agama yang membawa nilai universal yang mengandung kebenaran dan kebaikan bagi seluruh umat manusia. komunikasi islami dapat dipahami sebagai suatu proses kegiatan menyampaikan pesan atau informasi dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan prinsip maupun kaidah komunikasi yang terdapat di dalam alquran maupun sunnah Nabi ﷺ.


  1. Saefullah, Kapita Selekta Komunikasi: Pendekatan Agama dan Budaya, (Bandung,
    Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 67 ↩︎
  2. Liliweri, Komunikasi : Serba Ada Serba Makna, (Jakarta : Kencana, 2011), h. 31 ↩︎
  3. Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003),
    h.30. ↩︎
  4. Cangara, Komunikasi Politik; Konsep, Teori dan Strategi, (Jakarta : Raja Grafindo
    Persada, 2009), h. 18. ↩︎
  5. Cangara, Komunikasi Politik; Konsep, Teori dan Strategi, (Jakarta : Raja Grafindo
    Persada, 2009), h. 19. ↩︎
  6. Nata, Al-Quran dan Hadits, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), h. 23-24.
    16 Shihab, Membumikan Al Quran, (Bandung : Mizan, 2003), h. 28. ↩︎
  7. Shihab, Membumikan Al Quran, (Bandung : Mizan, 2003), h. 28. ↩︎
  8. Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2010), h. 173. ↩︎
  9. Ayi Sofyan, Etika Politik Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 37. ↩︎
  10. 0 Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu (Jakarta: Kencana, 2014), h. 276. ↩︎
  11. Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2010), h. 174. ↩︎
  12. http: Seputarpengetahuan.com, 15 Pengertian Etika Menurut Para Ahli (diakses pada
    tanggal 13 Desember 2015). ↩︎

By Syamsul Rizal

Dosen Tetap IAI Diniyyah Pekanbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *