Di Indonesia adalah Negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, termasuk di dalamnya para tokoh Agama/Ulama yang namanya tersohor di tanah air bahkan diakui oleh negara-negara lain.

Adapun 5 nama-nama tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1. Syekh Nawawi al-Bantani

Nama lengkapnya adalah Abu Abd al-Mu’ti Muhammad bin Umar al-Tanara al-Jawi al-Bantani. Lahir di Tanara, Serang, Banten pada 1813 dan wafat di Mekah pada 1897.

Syekh Nawawi merupakan keturunan Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati Cirebon, Jawa Barat, serta generasi ke-12 dari Sultan Banten.

Saat usia 15 tahun, Syekh Nawawi memantapkan tekad untuk berhaji dan menuntut ilmu di Mekkah. Ia berguru dengan banyak tokoh penting dalam dunia Islam. Antara lain, Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid, dan Syekh Ahmad Dimyati.

Syekh Nawawi juga sempat berguru kepada Syekh Muhammad Khatib dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan, dua ulama besar di Madinah, Arab Saudi. Kematangan dan kecerdasannya diakui setiap guru yang ia temui.

Bahkan, ulama asal Mesir, Syekh Umar Abdul Jabbar dalam karyanya berjudul al-Durus min Madhi al-Ta’lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram tak ragu menyebut Syekh Nawawi sebagai sosok yang produktif dan menguasai berbagai cabang keilmuan.

Hingga akhir hayatnya, Syekh Nawawi berhasil menulis ratusan judul kitab yang menjadi rujukan ulama-ulama di Jazirah Arab dan Asia Tenggara. Di Indonesia, karya-karya itu menjadi kurikulum wajib di pesantren dan madrasah.

Seperti kitab al-Tafsir al-Munir li al-Mualim al-Tanzil al-Mufassiran wujuh mahasin al-Ta’wil musamma Murah Labid li Kasyafi Ma’na Qur’an Majid, Kasyifah al-Saja syarah Safinah al-NajaSullam al-MunajahNihayah al-Zain, atau Nashaih al-‘Ibad.

2. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi

Nama lengkapnya adalah al Allamah asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin Abdul Lathif bin Abdurrahman. Ia lahir di Koto Tuo – Balai Gurah, IV Angkek, Agam, Sumatera Barat pada 1860 dan wafat di Mekkah 1916.

Ia tercatat sejarah sebagai orang non-Arab pertama yang dipercaya menjadi imam besar di Masjidil Haram, Mekkah.

Syekh Khatib sudah dititipkan ke beberapa ulama besar di Mekkah sejak usia 10 tahun.

Ia berguru kepada banyak ulama besar, di antaranya Sayyid Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha al Makki asy Syafi’i, Sayyid Utsman bin Muhammad Syatha al Makki asy Syafi’i, serta Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul Abidin Syatha ad Dimyathi al Makki asy Syafi’i.

Dari pikirannya, lahir ratusan karya. Beberapa judul yang sering dijadikan rujukan oleh ulama dunia ialah Hasyiyah an Nafahat ala Syarhil Waraqat lil Mahalli Al Jawahirun Naqiyyah fil Amalil Jaibiyyahad Da’il Masmu ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Maa Wujudil Ushul wal Furu, serta Raudhatul Hussab.

Di Indonesia, banyak tokoh besar belajar kepada Syakh Khatib, seperti Haji Rasul (ayah Buya Hamka), KH Hasyim Asyari dan KH Ahmad Dahlan.

3. Syekh Muhammad Yasin al-Fadani

Syekh Yasin memiliki nama lengkap Abu al Faydl Alam al Din Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al Fadani. Ulama berdarah Padang, Sumatera Barat ini dilahirkan 17 Juni 1915 dan wafat di Mekkah pada 20 Juli 1990.

Ia mengawali pendidikan agama dari ayahnya, Syekh Muhammad Isa al-Fadani. Setelah itu melanjutkan ke Madrasah ash-Shautiyyah, Mekkah.

Pada saat dewasa, Syekh Yasin mendirikan madrasah Darul Ulum al-Diniyyah dan mengajar di Masjid al-Haram.

Sepanjang hidupnya, Syekh Yasin menulis 97 kita. Yang paling dikenal berjudul Al-Fawaid al-Janiyyah. Buku ini menjadi materi silabus dalam mata kuliah ushul fiqih di Fakultas Syariah Al-Azhar Kairo, Mesir.

Ulama besar al-Allamah Habib al-Segaf bin Muhammad Assegaf menjuluki Syekh Yasin dengan sapaan Sayuthiyyu Zamanihi (Imam Sayuthi pada zamannya). Ulama asal Hadramaut, Yaman itu mengaku terkagum-kagum atas keluasan ilmu sosok berdarah Minang tersebut.

4. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari lahir di Desa Lok Gabang Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada 17 Maret 1710. Ia wafat di Dalam Pagar, Martapura Timur, Banjar, pada pada usia 102, yakni 3 Oktober 1812.

Syekh Arsyad mendapat julukan Anumerta Datuk Kelampaian. Jelang remaja, ia pergi ke Mekkah dan bertemu dengan ulama masyhur sekelas Syekh Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, dan al-Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.

Dari kecerdasannya, lahir banyak karya, salah satunya adalah kitab berjudul Sabilal Muhtadin lit-Tafaqquh fi Amriddin. Kitab tersebut dianggap banyak tokoh sebagai buku paling monumental.

Kitab yang memuat penjelasan hukum fikih itu bahkan dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.

5. Syekh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi

Syekh Sulaiman atau yang dikenal dengan Inyiak Canduang lahir di Candung, Sumatera Barat pada 1871 dan wafat pada 1 Agustus 1970.

Ia menempuh pendidikan agama di Mekkah bersama KH Hasyim Asyari, Syekh Hasan Maksum, Syekh Khatib, Syekh Zain Simabur, dan lainnya.

Selain itu, Syekh Sulaiman juga berguru ke ulama Kelantan dan Patani, Thailand. Ia menimba pengetahuan dari Syekh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syekh Muhammad Ismail al-Fathani dan Syekh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani.

Sekembalinya ke Indonesia pada 1950, Syekh Sulaiman turut serta dalam keanggotaan Konstituante mewakili Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti).

Karya Syekh Sulaiman banyak menjadi sumber inspirasi bagi ulama di Asia Tenggara dan Jazirah Arab.

Beberapa judul yang dikenal antara lain Dhiyaus Siraj fil Isra’ Walmi’rajTsamaratul Ihsan fi Wiladah Sayyidil InsanDawaul Qulub fi Qishshah Yusuf wa Ya’qubRisalah al-Aqwal al-Wasithah fi Dzikri Warrabithah, al-Qaulul Bayan fi Tafsiril Quran, serta al-Jawahirul Kalamiyyah.

Syekh Sulaiman dianggap sebagai tokoh yang menyebarluaskan gagasan keterpaduan adat Minangkabau dan syariat lewat ungkapan Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.


Sumber : https://uici.ac.id/5-ulama-indonesia-yang-pemikirannya-diakui-dunia/

By Syamsul Rizal

Dosen Tetap IAI Diniyyah Pekanbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *